Monumen Mata Pena

Monumen Pena1MONUMEN MATA PENA
oleh : Mas Toto Karyanto

Makna di Balik Nama
Mata pena adalah bagian terpenting dari sebuah alat tulis yang biasa disebut pena. Pena melambangkan ilmu pengetahuan, dunia pendidikan, pengajaran atau pengasuhan dan sebagainya. Dengan pena manusia mengubah dunia jadi terang benderang. Semua sisi kehidupan manusia dan alam semesta ini terkuak karena kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan dalam beragam karya tulis yang menyebar ke segala penjuru jagad raya.

Tentara Pelajar atau Pelajar Pejuang Kemerdekaan menggunakan pena bulu sebagai lambang kesatuan yang menyilang diantara dua tanda ketentaraan: bedil dan topi baja. Dengan posisi ini dapat dimaknai sebagai visi TP adalah ilmu pengetahuan dan teknologi. TP mengedepankan sisi kepelajaran dari pada ketentaraan.

GAGASAN DAN PERISTIWA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, hari ini, di tengah suasana Bangsa Indonesia memperingati kepahlawanan arek-arek Soerobojo yang gagah berani dan pantang menyerah berjuang bahu membahu melawan tentara pendudukan Belanda yang membonceng Sekutu ingin kembali menjajah tanah air Indonesia. Hari ini kita juga menjadi saksi sejarah berdirinya sebuah bangunan sederhana di depan asrama Markas Darurat Tentara Pelajar pada Front Barat dalam upaya ikut serta secara aktif menegakkan Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia, 17 Agustus 1945. Bangunan yang diberi nama Monumen Pena ini digagas oleh almarhumah Ibu Atiatoen Djadjoeli selaku Staf Putri Markas Pusat Pelajar (MPP) Yogyakarta yang diperbantukan menangani asrama, dapur umum dan kepalangmerahan Markas Darurat tersebut yang berdiri di Kompleks Gereja Kristen Jawa (GKJ) ini pada Perang Kemerdekaan I – 1947.

Gagasan yang dicetuskan seketika disela mengikuti upacara pemancangan bambu runcing pada makam anggota Tentara Pelajar atas nama Kartiko di Makam Kristen Desa Panjer, Kebumen, kemudian didukung oleh Agustinus Reksodihardjo yang merupakan putra kandung Pendeta GKJ saat itu, Bapak Reksodihardjo, anggota Tentara Pelajar Markas Kebumen di Kauman dan sahabat karib kakak kandung Atiatoen bernama Affandi yang lebih akrab dipanggil Pandi Gondhek (pelajar Sekolah Teknik dan anggota Tentara Genie Pelajar/TGP di Kebumen).

Semula, bangunan ini diberi nama Tetenger Patilasan Rumah Perjuangan pada Perang Kemerdekaan I –1947 Tentara Pelajar Batalyon 300 Brigade XVII TNI . Dalam perjalanan mewujudkan gagasan itu, banyak terjadi hal sulit dan dilematis yang dialami oleh Panitia Pembangunan karena kendala formal dan khususnya finansial. Meski usulan telah disosialisasikan hampir setahun, upaya penggalangan dana tidak berjalan lancar. Sebagai wujud rasa tanggung jawab penggagas, Ibu Atiatoen sempat dua kali menitipkan SK pensiun selaku guru SD dengan golongan/pangkat III C.

Pada awal Maret 2003, sebuah upacara sederhana peletakan batu pertama tanda dimulai pembangunan oleh Ketua Paguyuban III-17 Rayon Kabupaten Kebumen, Bapak Umar Sukarno, BE. Bangunan ini memakai konstruksi cor dan selesai tahap pertama yaitu bentuk dasarnya sekitar tiga minggu. Sambil menunggu kering dan siap dilanjutkan, upaya menggali sumber-sumber dana terus dilakukan baik secara personal maupun melalui media. Dengan beragam kendala, akhir tahun 2009, bangunan ini telah dinyatakan selesai oleh penggagas. Tinggal menunggu peresmian yang direncanakan akan dilakukan pada September 2010 sesuai peristiwa yang melatar-belakanginya.

Rencana peresmian tersebut batal dilakukan karena sang penggagas, Ibu Atiatoen Djadjoeli wafat pada usia 80 tahun karena sakit yang telah lama diderita. Sebagai ahli waris, rencana almarhumah terus diupayakan secara mandiri maupun dengan memanfaatkan dana bantuan sosial dari Pemerintah Kabupaten Kebumen untuk Paguyuban Keluarga Besar Eks Tentara Pelajar di Kabupaten Kebumen (tertulis Brigade Ex Tentara Pelajar).
Pada rencana peresmian kali ini banyak kendala teknis yang harus dihadapi. Dan masih menjadi masalah yang cukup serius mengingat penggagas buk penting”. Almarhumah Ibu Atiatoen hanya “or dan kepalangmerahan. Bukan anggota pasukan tempur (kombatan) yang senantiasa menjadi gambaran umum mewakili sosok pejuang sejati. Hal mendasar lainnya adalah karena almarhumah tidak tercantum dalam daftar nama anggota Tentara Pelajar dalam buku resmi terbitan Pusat Sejarah dan Tragedi Pembangunan” 1995) –satunya bukti bahwa.

Atiatoen adalah anggota Tentara Pelajar,
adalah Piagam Penghargaan dan Bintang Tentara Pelajar yang dikeluarkan oleh Keluarga Besar ex Tentara Pelajar Kedu dan ditanda-tangani sang Ketua, Bapak Drs. Imam Pratignyo pada Juli 1957. Tanpa SK Veteran RI karena enggan mengurusnya.

Sementara itu. Bapak Agustinus Reksodihardjo yang lebih beruntung mendapat pengakuan sebagai veteran RI dan meraih sejumlah bintang jasa dari Pemerintah RI. Meski mengaku tak terlibat secara langsung dalam pengoperasian Markas Darurat, beliau diakui sebagai anggota Tentara Pelajar Markas Kebumen yang berada di Kauman bersama almarhum Affandi, kakak kandung almarhumah Atiatoen. Selain itu, posisinya sebagai putra kandung Pendeta GKJ Kebumen saat markas darurat beroperasi, Bapak Reksodihardjo, adalah satu alasan kuat gagasan mendirikan monumen ini harus dilaksanakan secara mandiri.

Lebih dari itu, sepanjang masa pemerintahan Orde Baru yang friksioner, banyak mantan anggota Tentara Pelajar yang menduduki jabatan penting di lingkungan militer maupun sipil cenderung mendulukan kesatuan kecilnya entah bernama regu, seksi, kompi sampai tingkat detasemen atau batalyon. Kami menyebutnya dengan istilah dampak sektarianisme elitis. Sehingga banyak muncul atribut aspal, asli tapi sebenarnya palsu. Asli karena diresmikan oleh aturan formal, tapi palsu karena tidak sesuai dengan kapasitas dan peran diri pada masa-masa sulit dalam upaya bangsa Indonesia menegakkan makna kemerdekaannya.

Sebagai generasi penerus yang cukup memahami situasi seperti itu, kami mencoba berpikir positif dan bertindak obyektif menurut nalar serta dorongan nurani. Bahwa di balik kesulitan akan selalu ada kemudahan yang mungkin bari dapat dinikmati oleh generasi berikutnya. Karena itu, dalam mengupayakan realisasi gagasan di atas, kami mengedepankan asas nilai mengungguli bentuk. Makna lebih bernilai ketimbang formalitas. Apapun yang akan terjadi kelak, biarlah waktu dan proses yang menjadi saksinya.
Kewajiban utama kami adalah memelihara amanat almarhumah dan semua yang berkeinginan agar kita senantiasa mampu memaknai setiap peristiwa kehidupan yang mengiringi perjalanan Bangsa Indonesia menuju kedewasaannya dengan segala konsekuensinya. Biarlah –jargon im terlupakan “fase ini menjadi milik semua orang Indonesia. Bukan hanya pengikut Bung Karno. karena sejarah adalah proses apresiatif yang jika semakin didalami maknanya akan muncul sikap bijak dalam berkehidupan. Kebumen, 10 November 2013

Ahli waris penggagas (alm. Atiatoen) Toto karyanto

MonumeKETERANGAN GAMBAR BANGUNAN MONUMEN PENA
Monumen Pena adalah sebutan untuk bangunan yang berdiri di depan aula Gereja Kristen Jawa (GKJ) Jalan Pemuda Kebumen. Insiatif pendirian berasal dari pembicaraan ser-san (serius tapi santai) antara almarhumah Ibu Atiatoen yang saat itu bertugas selaku Staf Putri saat Markas Darurat Pelajar Pejuang Kemerdekaan dari Markas Pusat Tentara Pelajar di Tugu Kulon (sekarang jadi monument TP di Jl.Diponegoro sebelah Barat Pasar Kranggan Yogyakarta). Dengan Bapak Agustinus Reksodihardjo, teman di Tentara Pelajar (TP) Kebumen dan putra kandung Bapak Pendeta Reksodihardjo. Markas Darurat beroperasi sekitar 4 (empat) bulan: Mei – September 1947. Menempati rumah dinas kapandhitan GKJ sebagai pusat kendali dan asrama darurat di Komplek GKJ yang sekarang sebagai aula bernama Gedung Prabasanti.

Kedua mantan anggota TP itu bersepakat untuk atau saksi bisu berupa sebuah bangunan yang oleh almarhumah Ibu Atiatoen disarankan bernama Monumen PENA pada pertengahan tahun 2000 yang lalu. Selaku putra dan generasi penerus yang cukup memahami “is membuat gambar rancangannya.
@totokaryanto

admin

Untuk bergabung dengan Group Aku Cinta Kebumen di Facebook, silahkan buka link ini => Aku Cinta Kebumen

3 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *