Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman
Artinya: Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan,kebendaan dan kepuasan duniawi.
Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha
Artinya: Berjuang tanpa perlu membawa massa; Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan; Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan; kekayaan atau keturunan; Kaya tanpa didasari kebendaan.
Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan
Artinya: Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu.
Sepi ing Pamrih Rame ing Gawe, Banter tan Mbancangi, Dhuwur tan Ngungkuli
Artinya: Bekerja keras dan bersemangat tanpa pamrih; Cepat tanpa harus mendahului; Tinggi tanpa harus melebihi.
Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman
Artinya: Jangan mudah terheran-heran; Jangan mudah menyesal; Jangan mudah terkejut-kejut; Jangan mudah kolokan atau manja.
Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo
Artinya: Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; Jangan berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat.
Falsafah Ajaran Hidup Jawa memiliki tiga asas dasar utama.
Yaitu: asas sadar ber-Tuhan, asas kesadaran semesta dan asas keberadaban manusia. Asas keberadaban manusia implementasinya dalam ujud budi pekerti luhur.
Maka di dalam falsafah ajaran hidup Jawa ada ajaran keutamaan hidup yang diistilahkan dalam bahasa Jawa sebagai piwulang (wewarah) kautaman. Secara alamiah manusia sudah terbekali kemampuan untuk membedakan perbuatan benar dan salah serta perbuatan baik dan buruk. Maka peranan Piwulang Kautaman adalah upaya pembelajaran untuk mempertajam kemampuan tersebut serta mengajarkan kepada manusia untuk selalu memilih perbuatan yang benar dan baik menjauhi yang salah dan buruk.
Namun demikian, pemilihan yang benar dan baik saja tidaklah cukup untuk memandu setiap individu dalam berintegrasi dalam kehidupan bersama atau bermasyarakat. Oleh karena itu, dalam Piwulang Kautaman juga diajarkan pengenalan budi luhur dan budi asor dimana pilihan manusia hendaknya kepada budi luhur. Dengan demikian setiap individu atau person menjadi terpandu untuk selalu menjalani hidup bermasyarakat secara benar, baik dan pener (tepat, pas).
Cukup banyak piwulang kautaman dalam ajaran hidup Jawa. Ada yang berupa tembang-tembang sebagaimana Wulangreh, Wedhatama, Tripama, dll. Ada pula yang berupa sesanti atau unen-unen yang mengandung pengertian luas dan mendalam tentang makna budi luhur. Misalnya : Tepa selira dan mulat sarira, mikul dhuwur mendhem jero, dan alon-alon waton kelakon. Filosofi yang ada dibalik kalimat sesanti atau unen-unen tersebut tidak cukup sekedar dipahami dengan menterjemahkan makna kata-kata dalam kalimat tersebut. Oleh karena itu sering terjadi ”salah mengerti” dari para pihak yang bukan Jawa. Juga oleh kebanyakan orang Jawa sendiri.
Akibatnya ada anggapan bahwa sesanti dan unen-unen Jawa sebagai anti-logis atau dianggap bertentangan dengan logika umum. Akibat selanjutnya berupa kemalasan orang Jawa sendiri untuk mendalami makna sesanti dan unen-unen yang ada pada khasanah budaya dan peradabannya. Namun kemudian, sesanti dan unen-unen tersebut dijadikanolok-olok dalam kehidupan masyarakat. Mulat sarira dan tepa selira diartikan bahwa Jawa sangat toleran dengan perbuatan KKN yang dilakukan kerabat dan golongannya.
Mikul dhuwur mendhem jero dimaknai untuk tidak mengadili orangtua dan pemimpin yang bersalah. [setra /dari berbagai sumber]
6 Comments
batire kang luwukz
(October 6, 2013 - 12:59 pm)aja rumangsa bisa yen durung bisa rumangsa……:)
admin
(October 6, 2013 - 5:12 pm)dadi wong kuwe sing apa anane, ajah dadi uwong sing ana apane…
Katro
(October 6, 2013 - 5:17 pm)becik ketitik ala alkatro eh, ala ketara…. 😀
setra wong ndesa
(October 6, 2013 - 5:43 pm)ajining diri iku ono ing lathi…..
Kembang
(October 7, 2013 - 12:09 pm)senajan ayu,ning ajah kemayu 😉
setya
(October 8, 2013 - 9:49 am)nek ayu kemayu rpp, drpd elek tp kemayu. hihi 😀 😀