Made In Kebumen

Riwayat dan karir tokoh Nasional serta orang-orang hebat asal Kebumen
1. Abikoesno Tjokrosoejoso

Abikoesno Tjokrosoejoso (juga dieja Abikusno Cokrosuyoso, lahir di Kota Karanganyar, Kebumen tahun 1897 meninggal tahun 1968) adalah salah satu Bapak Pendiri Kemerdekaan Indonesia dan penandatangan konstitusi. Ia merupakan anggota Panitia Sembilan yang merancang pembukaan UUD 1945 (dikenal sebagai Piagam Jakarta). Setelah kemerdekaan, ia menjabat sebagai Menteri Perhubungan dalam Kabinet Presidensial pertama Soekarno dan juga menjadi penasihat Biro Pekerjaan Umum. Kakak Tjokrosoejoso adalah Oemar Said Tjokroaminoto, pemimpin pertama Sarekat Islam. Setelah kematian saudaranya pada 17 Desember 1934, Abikoesno mewarisi jabatan sebagai pemimpin Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Bersama dengan Mohammad Husni Thamrin, dan Amir Sjarifoeddin, Tjokrosoejoso membentuk Gabungan Politik Indonesia, sebuah front persatuan yang terdiri dari semua partai politik, kelompok, dan organisasi sosial yang menganjurkan kemerdekaan negara itu. Mereka menawarkan dukungan penuh kepada otoritas pemerintahan kolonial Belanda dalam hal pertahanan untuk melawan Jepang jika mereka diberikan hak untuk mendirikan parlemen di bawah kekuasaan Ratu Belanda. Belanda menolak tawaran tersebut. Selama masa pendudukan Jepang, Abikoesno Tjokrosoejoso adalah tokoh kunci dalam Masyumi

2. B. Soelarto,
(lahir di Kebumen, Jawa Tengah, 11 September 1934 – meninggal di Yogyakarta, 1992), adalah seorang penulis Indonesia.
3. Ibnu Darmawan
Mayor Jenderal TNI Ibnu Darmawan (lahir di Gombong, Kebumen, Jawa Tengah, 16 Juli 1958; umur 57 tahun) adalah seorang perwira tinggi TNI-AD yang sejak 25 Juli 2015 mengemban amanat sebagai Aspam Kasad pengganti Mayjen TNI Yayat Sudrajat.[1] Ibnu, lulusan Akmil 1983[2] ini berpengalaman dalam bidang infanteri. Jabatan terakhir jenderal bintang dua ini adalah Irum Itjenad.

4. Soemitro Djojohadikoesoemo
Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo (lahir di Kebumen, Jawa Tengah, 29 Mei 1917 – meninggal di Jakarta, 9 Maret 2001 pada umur 83 tahun) adalah salah seorang ekonom Indonesia yang terkenal. Murid-muridnya banyak yang berhasil menjadi menteri pada era Suharto seperti JB Sumarlin, Ali Wardhana, dan Widjojo Nitisastro. Selain itu, Soemitro juga merupakan ayah dari Mantan Danjen Kopassus, Prabowo Subianto, ayah mertua dari mantan Gubernur Bank Indonesia, Soedradjad Djiwandono, dan juga besan dari mantan Presiden Indonesia, Soeharto. Soemitro adalah anak dari Raden Mas Margono Djojohadikusumo, pendiri Bank Negara Indonesia dan Ketua DPAS pertama dan anggota BPUPKI. Dalam pemerintahan, posisi yang pernah diembannya adalah sebagai Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Riset atau Menristek saat ini.
Karier
Di usia ke-33, Sumitro pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Perindustrian RI dan ikut mendirikan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ia meraih gelar doktor di Nederlandse Economise Hogeschool, Rotterdam, Belanda pada tahun 1943 dengan disertasi berjudul Het Volkscredietwezen in de Depressie. Sumitro dikenal aktif menulis, dengan cakupan khusus masalah ekonomi. Buku terakhir ia tulis adalah Jejak Perlawanan Begawan Pejuang, diterbitkan Pustaka Sinar Harapan, April 2000. Selama 1942-1994, Sumitro menulis sebanyak 130 buku dan makalah dalam bahasa Inggris. Sumitro memperoleh banyak penghargaan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Misalnya, Bintang Mahaputra Adipradana (II), Panglima Mangku Negara, Kerajaan Malaysia, Grand Cross of Most Exalted Order of the White Elephant, First Class dari Kerajaan Thailand, Grand Cross of the Crown dari Kerajaan Belgia, serta yang lainnya dari Republik Tunisia dan Prancis.(RSB)

5. F.X. Soedanto
Fransiskus Xaverius Soedanto, lahir di Kebumen, 71 tahun yang lalu, adalah seorang dokter di Abepura, Papua yang menjadi terkenal karena melayani pasiennya hanya dengan tarif seribu rupiah. Ia bahkan menerima pasien yang hanya memberikan ucapan terima kasih sebagai balasan. Karena kemurahan hatinya, ia juga terkenal dengan sebutan Dokter Seribu. Soedanto lahir dari pasangan Umar dan Mursila, sebagai anak keenam. Ibunya yang berprofesi sebagai perawat menjadi inspirasi baginya saat memilih meninggalkan studi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan di UGM untuk memasuki Sekolah Kedokteran.
Setelah lulus pada tahun 1975, ia diminta memilih daerah penugasan. Karena tak bisa membayar uang sogok untuk mendapat penempatan yang diinginkan, ia memilih Papua. Di Papua, ia melayani Kabupaten Asmat, sebelum akhirnya ditransfer ke Jayapura. Di Jayapura, ia ditugaskan di Rumah Sakit Jiwa hingga akhirnya pensiun pada tahun 2003, dan kemudian membuka praktik sendiri dengan harga sangat murah. Karena tarif konsultasinya, dalam sehari ia bisa melayani hingga 200 orang pasien mulai dari pukul 8 pagi hingga pukul 2 siang, namun dengan catatan pasien masih harus membayar untuk obat dan alat pemeriksaan.

6. Maurice Gatsonides
Maurice “Maus” Gatsonides (lahir di Gombong, Kebumen, 14 Februari 1911 – meninggal di Heemstede, 29 November 1998 pada umur 87 tahun) adalah pembalap reli dan penemu Belanda. Ia mendirikan Gatsometer BV pada tahun 1958. Kini, nama Gatsonides dikenal terutama karena menemukan kamera kecepatan Gatso, alat pengukur kecepatan yang kini digunakan oleh angkatan polisi untuk memantau kecepatan pengemudi. Awalnya ia menemukan kamera kecepatan Gatso untuk mengukur kecepatannya sendiri saat mencoba memperbaiki kemampuan mengemudinya.
Balap motor
Meskipun banyak dikenal menemukan kamera kecepatan, sebenarnya minat utamanya adalah balap motor.[1] Gatsonides amat menyenangi balapan dan membalap di berbagai kesempatan. Namun, pada tahun 1949, ia membuat mobil sendiri, yang dijuluki “Flatty” karena bentuknya yang aerodinamis. Mobil itu menimbulkan sensasi di Jalur Balapan Zandvoort, melampaui semua lawan termasuk MG. Gatsonides dipaksa menjual Flatty untuk membayar kreditor setelah mencoba memproduksi sendiri mobil balap V8-nya. Namun, Flatty sendiri selamat. Mobil ini diketemukan telah ditinggalkan pada tahun 1970-an dan kini diperbaiki oleh Joop Bruggeman. Pada tahun 1953, Gatsonides memenangkan Reli Monte Carlo. Saat itu ia mengendarai Ford Zephyr.

7. Christian Hadinata
Christian Hadinata (lahir di Sempor, Jawa Tengah, 11 Desember 1949; umur 66 tahun) adalah pemain bulu tangkis Indonesia di era 1970-an hingga 1980-an. Setelah pensiun, ia berkarier sebagai pelatih dan pengurus Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia.
8. Kasino Warkop
Drs. Kasino Hadiwibowo (lahir di Gombong, Kebumen, Jawa Tengah, 15 September 1950 – meninggal di Jakarta, 18 Desember 1997 pada umur 47 tahun) adalah aktor dan pelawak Indonesia yang tergabung dalam kelompok lawak Warkop.Di dunia lawak, kehadiran Kasino dan kawan-kawan mengembuskan angin segar. Kelompok Warkop mewakili generasi pelawak terpelajar, yang memiliki warna baru dalam membanyol. Karier dalam film yang mereka rintis pada akhir tahun 1970-an pun terus melejit. Dalam film Maju Kena Mundur Kena, Kasino dan kedua kawannya masuk dalam jajaran artis yang pernah dibayar termahal. Ketika menjadi mahasiswa, Kasino banyak menghabiskan waktu di lereng-lereng gunung bersama Kelompok Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI).
Wafat
Sebelum Kasino Wafat, Kasino sakit pada bulan November 1996. Sebagai bukti, Hasil Rontgen pada kepala Kasino menunjukkan bahwa adanya tumor di bagian otak di Rumah Sakit Advent Bandung dan Kasino disarankan untuk menjalankan kemoterapi. Hal ini berakibat pada cerita di serial Warkop DKI hanya terfokus kepada Dono dan Indro. Pada tahun 1997, Kesehatan Kasino sempat naik turun tetapi tidak patah semangat. Kasino akhirnya dilarikan ke Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo bersama para sahabatnya pada bulan November 1997. Dan pada akhirnya, Kasino wafat pada usia 47 tahun pada tanggal 18 Desember 1997 di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta setelah beberapa tahun mengidap tumor otak. Kasino meninggalkan satu istri dan satu anak.

9. Purnomosidi Hadjisarosa
Purnomosidi Hadjisarosa (lahir di Karanganyar, Kebumen, Jawa Tengah, 7 September 1934; umur 81 tahun) adalah Menteri Pekerjaan Umum pada Kabinet Pembangunan III. Ia menyelesaikan pendidikan sekolah atasnya di SMA Negeri 1 Surakarta dan pendidikan tingkat persiapan lengkap di Jurusan Mesin Institut Teknologi Bandung pada tahun 1956 dan mendapatkan gelar Insinyur dan Doktor dari Fakultaet fuer Bargbau und Huettenwesen der Bergakademie Clautsthal di Jerman pada tahun 1963.
10. Hendri Saparini
DR. Hendri Saparini (lahir 1964) adalah seorang tokoh perempuan Indonesia dalam bidang ekonomi. Ia dikenal karena menjadi peneliti dan konsultan di beberapa lembaga internasonal, salah satunya sebagai managing director ECONIT Advisory Group[1][2] . Lahir di Karanganyar, Kebumen tahun 1964 dianggap merupakan ekonom yang gigih memperjuangkan adanya kebijakan publik yang berpihak kepada kepentingan publik seperti penciptaan lapangan kerja, mengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan. Berbagai pemikirannya dia sampaikan baik dalam tulisannya di media cetak, wawancara di televisi, pembicara dalam berbagai seminar, dan pengajar dalam berbagai kesempatan seperti di Lemhanas dan memberikan pembekalan di beberapa lembaga negara dan kementrian. Doktor di bidang Ekonomi Politik Internasional dari The University of Tsukuba, Japan. 2004. Beasiswa: Monbukagakusho Master di bidang Manajemen Kebijakan Internasional dari Graduate School of International Political Economy, University of Tsukuba, Japan. 1999. Beasiswa: Joint Japan-World Bank Scholarship Program Sarjana Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia. 1988. Beasiswa: Yayasan Super Semar

11. Hans Jaladara
Hans Rianto Sukandi (Liem Tjong Han) (lahir di Kebumen, Jawa Tengah, 4 April 1947; umur 69 tahun) atau yang lebih dikenal dengan nama pena Hans Jaladara atau hanya Hans adalah seorang komikus yang terkenal di Indonesia. Dia dikenal sebagai pencipta serial Panji Tengkorak, komik cerita silat Indonesia yang populer.
Karier komik
Nama Jaladara baru dipakai Hans pada awal tahun 1970-an karena ada peniru dengan nama Han, tanpa huruf S. Jaladara diambil dari tokoh komik wayang karya Ardi Soma, yaitu Wiku Paksi Jaladara. Hans yang pada awalnya membuat komik jenis drama, kemudian diminta sebuah penerbit untuk membuat komik serupa Si Buta dari Goa Hantu karya Ganes TH. yang waktu itu tengah menjadi idola di kalangan penggemar komik. Hans kemudian menciptakan tokoh Pandji Tengkorak pada tahun 1968 dan komik ini sangat sukses di pasaran. Komik Pandji Tengkorak pada tahun 1971 diadaptasi menjadi sebuah film aksi laga layar lebar berjudul sama yang dibintangi oleh Deddy Sutomo, Shan Kuan Ling Fung, Rita Zahara, Lenny Marlina dan Maruli Sitompul. Kebiasaan membaca (termasuk komik) merangsang Hans untuk berimajinasi dan merangkai cerita. Gerakan silat dalam komik merupakan aktualisasi dari ilmu yang diperolehnya saat belajar kungfu di perguruan Cheng Bu di kawasan Mangga Besar dan judo pada Tjoa Kek Tiong. Sekitar tahun 1975 sampai 1980-an, komik Indonesia mengalami kemerosotan seiring dengan membanjirnya komik-komik impor. Hans masih bertahan dan sempat menerbitkan Pandu Wilantara dan Durjana Pemetik Bunga. Semangatnya mulai bangkit kembali ketika ada tawaran untuk memproduksi kembali Panji Tengkorak versi 2 pada tahun 1984 dan kemudian versi 3 tahun 1996. Pada tahun 1990 Hans menggeluti dunia seni lukis dan beberapa kali mengikuti pameran. Ia mengaku terlambat membuat lukisan, setidaknya jika diukur dari masa kejayaan lukisan. Melukis dan mengajar hingga kini masih ia tekuni agar hobi menggambarnya tetap tersalurkan. Dunia komik memang telah menjadi bagian dari hidupnya bahkan kedua putrinya berhasil Ia sekolahkan hingga perguruan tinggi dari penghasilan membuat komik. Ia masih menaruh harapan besar, suatu hari kelak komik lokal kembali berjaya di negerinya sendiri.
Karya Hans Jaladara
• Pandji Tengkorak
• Walet Merah
• Si Rase Terbang
• Kembalinya Si Rase Terbang
• Dian dan Boma
• Drama di Gunung Sanggabuana
• Pandu Wilantara
• Durjana Pemetik Bunga
• Duel Terakhir
• Intan Permata Rimba

12. Jatidjan
Laksamana Madya Laut Jatidjan Sastroredjo (lahir di Gombong, Kebumen, 27 November 1926 – meninggal di Jakarta, 12 Januari 2008 pada umur 81 tahun) adalah Menteri Perhubungan Kabinet Dwikora III dan Menteri Maritim/Kelautan pada Kabinet Ampera I pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
Meninggal
Jatidjan meninggal pada 12 Januari 2008, diakibatkan komplikasi penyakit radang usus akut dan prostat. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta.

13. Kartini Muljadi
(Lahir di Kebumen 17 Mei 1930), ia merupakan satu- satunya pebisnis wanita yang masuk di daftar Forbes. Dia adalah wanita terkaya di Indonesia, menggapai kesuksesannya. saat ini ia sudah berusia 84 tahun.
Kisah awal
Dia yang masih memiliki darah Belanda, membuatnya bersekolah dasar di sekolah khusus di Kebumen. Ia sempat berkuliah di dua universitas di Surabaya dan Yogyakarta, kemudian pindah ke ibu kota Jakarta.Kartini lalu mengambil kuliah mengambil jurusan Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan Universitas Indonesia. Di kesibukan kuliah, ia masih sempat mengikuti kegiatan sosial yaitu dengan bekerja di Perhimpunan Sosial Tjandra Naya. Organisasi ini memiliki tujuan menyelenggarakan pendidikan serta pelayanan kesehatan untuk masyarakat kurang mampu. Kartini akhirnya menyandang gelar sarjana hukum pada 1958, saat itu ia telah memiliki dua orang anak.
Karier Kehakiman
Ia memutuskan berkarier di bidang kehakiman dan diangkat menjadi hakim di Pengadilan Istimewa Jakarta. Dia ditugasi menangani perkara pidana, perdata, dan kepailitan. Pada saat itu, hakim- hakim asal Belanda baru saja mengundurkan diri digantikan hakim orang Indonesia. Beberapa waktu berlalu sang suami, Djojo Muljadi SH, meninggal dunia tepatnya di 1973. Kartini mengundurkan sebagai hakim karena pendapatannya sebagai hakim Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak mampu menutupi kebutuhan keluarganya.Berbekal pengalaman, ia memberanikan diri mendaftar ujian negara untuk menempati jabatan notaris. Ia pun diangkat menjadi notaris berkedudukan di Jakarta. Dia juga mulai mengajar kuliah perdata dan hukum acara perdata di berbagai fakultas hukum di Jakarta. Dengan konsistensi dan komitmen yang dimilikinya, pekerjaan sebagai notaris membawanya ke puncak karier. Dia bertransformasi menjadi notaris papan atas, yang menjadi rujukan perusahaan- perusahaan besar pada tahun 1970- an dan 1980- an.Di tahun 1990, ia memutuskan pensiun dini sebagai notaris, lalu mendirikan kantor pengacara dan konsultan hukum sendiri. Dia mendirikan konsultan hukum bernama Muljadi&Rekan. Berkat kredibilitas yang sangat baik semasa menjadi hakim serta notaris membuat kantor konsultan miliknya tumbuh pesat. Dia tidak hanya melayani perusahaan- perusahaan besar nasional tetapi perusahaan multi- nasional. Ketika krisis ekonomi di 1997/1998, ia aktif memberikan bantuan hukum untuk membangkitkan sektor perbankan yang terpuruk.Dia diangkat menjadi anggota tim yang bertugas memberikan nasehat hukum kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selain itu, ia memberikan pendapat hukum serta rekomendasi kepada instansi pemerintah terkait, memperkrasai Master Settlement dan Maste Refinancing Afreement antara BPPN dan para pemegang saham bank- bank bermasalah.

Bisnis Keluarga
Sumber kekayaan milik Kartini Muljadi tidak hanya bersumber dari kantor hukumnya. KeTiga orang anaknya dikenal sebagai pengusaha sukses. Mereka pula yang memiliki peran penting di kantor milik ibunya, yaitu membantu proses pendirianya. Begitu juga sebaliknya, ia yang dikenal memiliki banya kolega di perusahaan- perusahaan besar membantu kedua anaknya tumbuh menjadi pebisnis ulung.Anak laki- lakinya, Richard muljadi,pemilik perusahaan industri XINTAI – Well head & X – Mastree, Varel Drilling Bits, CORPRO SYSTEM Ltd. Coring services, Downhole Products, Handojo Muljadi, pemilik Tempo Scan Group. Sedangkan anak wanitanya, Dian Muljadi, ikut bergabung di Tempo Scan. Bahkan Dian dan suaminya memiliki perusaha sendiri yaitu Indika Group. Perusahaan ini bekerja di bidang media, telekomunikasi, peralatan, rumah produksi, perusahaan rekaman, dan pertambangan. Mereka bekerja sama bahu membahu membantu satu sama lain mencapai kesuksesan kini.Kartini dan keluarga menjual hampir seperlima saham di Tempo Scan yang dijalankan sang anak, Handojo, senilai $218 juta pada Mei 2013. Forbes menempatkan dirinya dan keluarga sebagai orang terkaya nomor 19 di Indonesia. Dari sinilah, ia dinobatkan menjadi wanita terkaya di Indonesia karena merupakan satu- satunya wanita yang masuk di daftar Forbes. Melalui karier kantor hukumnya, Kartini dianugrahi berbagai penghargaan seperti Capital Life Achievement di tahun 2004 olehI President Megawati Soekarno Putri.

14. Retno Koestijah
Retno Koestijah atau Retno Kustiyah Lahir di Karanganyar, Kebumen, Jawa Tengah adalah seorang pemain bulu tangkis Indonesia di era tahun 1960-an sampai 1970-an. Ia yang berpasangan dengan Minarni Sudaryanto berhasil menjuarai All England, Asian Games, Malaysia Terbuka, AS Terbuka, dan Kanada Terbuka. Retno Kustiyah juga berhasil menjuarai Malaysia Terbuka dan Kejuaraan Asia saat berpasangan dengan Tan Joe Hok dan Christian Hadinata. Selain itu, Retno Kustiyah pernah memperkuat Tim bulu tangkis Indonesia dalam perebutan Piala uber 1969 dan 1972. Setelah pensiun sebagai pemain, Retno Kustiyah kemudian berkarier sebagai pelatih bulu tangkis di Pelatnas dan PB Jayaraya.
Prestasi

• Medali Emas Asian Games 1962 (Minarni/ Retno Kustiyah)
• Medali Emas Asian Games 1966 (Minarni/ Retno Kustiyah)
• Juara Malaysia Terbuka 1966 (Minarni/ Retno Kustiyah)
• Juara Malaysia Terbuka 1967 (Minarni/ Retno Kustiyah)
• Juara Malaysia Terbuka 1967 (Tan Joe Hok/ Retno Kustiyah)
• Juara All England 1968 (Minarni/ Retno Kustiyah)
• Juara Kanada Terbuka 1969 (Minarni/ Retno Kustiyah)
• Finalis (Juara 2) Piala Uber 1969
• Juara AS Terbuka 1969 (Minarni/ Retno Kustiyah)
• Juara Kejuaraan Asia 1971 (Christian Hadinata/ Retno Kustiyah)
• Finalis (Juara 2) Piala Uber 1972

15. Maridjan
Maridjan (lahir pada tahun 1891 di Karanganyar, Kebumen, Jawa Tengah) adalah orang Indonesia pertama yang mendapat beasiswa musik di Koninklijk Convservatorium, Den Haag. Ia merupakan orang asli Kebumen yang lahir pada masa Hindia Belanda. Ia dikenal gigih dalam memperjuangkan nasibnya.

16. Willem Nijholt
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Willem Nijholt (1973) Willem Adrianus Nijholt (lahir di Gombong, Kebumen, 19 Juli 1934; umur 81 tahun) adalah pemeran dan penyanyi Belanda. Nijholt lahir sebagai putera pelatih KNIL. Pada usia 8 tahun, ia masuk kamp konsentrasi Jepang, dan baru 6 tahun kemudian ia bertemu dengan ayahnya. Setelah Perang Dunia II, keluarganya pindah ke Nijmegen. Ia masuk sekolah menengah dan pernah masuk angkatan laut sebentar, dan pada umur 23 tahun masuk Amsterdamse Toneelschool. Tak lama kemudian, ia suka dengan Gerard Reve, namun ditolak. Pada tahun 1962, ia bermain dengan baik dalam drama Commissaris Fennedy karya Reve, dan pada pertunjukan perdananya ia menerima salinan buku itu atas perintah pribadi penulisnya. Surat-suratnya kepada Reve dikumpulkan dalam Met niets begonnen. Pada awal kariernya, Nijholt bekerja bersama/dengan Wim Sonneveld dan Conny Stuart. Salah satu peran terkenal yang dimainkannya adalah Theo van Oudijck, yang muncul di De stille kracht, dengan Pleuni Touw sebagai lawan mainnya. Adegan telanjang mereka berdua membawa dampak besar. Pada masa mudanya, ia dikenal akan peran utama sebagai Ben van Rooyen dalam De kris pusaka (1977). Carola Gijsbers van Wijk dan Willem Nijholt di Hadimassa (1968) Pada tahun 1977, ia dianugerahi Penghargaan Johan Kaart. Pada tahun 1980 dan 1981, ia membawakan 2 episode pertama Kinderen voor kinderen. Pada tahun 1989[1], Nijholt menerima Koin Paul Steenbergen yang pada tahun 2002 diberikan kepada Pierre Bokma. Pada tahun 1989, ia turut bermain dalam film Alaska, film ujian akhir yang di[[sutradara]i oleh Mike van Diem dari Akademi Film dan Televisi Belanda yang sebagian besar akan menjadi film Karakter 8 tahun kemudian. Nijholt bermain dalam berbagai musikal seperti Wat een planeet dan Foxtrot karya Annie M.G. Schmidt. Dalam musikal Miss Saigon (1996), ia berperan sebagai pengatur. Di samping drama, Nijholt juga memutuskan menjajaki bidang lain yang membawanya ke ranah musikal, pertunjukan, program lagu, rekaman, dan pertunjukan kabaret. Pada tahun 2002, ia meninggalkan musikal, dan 2 tahun kemudian ia bermain drama untuk yang terakhir kalinya dan setahun kemudian ia bermain film untuk terakhir kalinya. Selain agar mudah diingat untuk berbagai bidang, kenyataannya itu untuk menunjukkan fleksibilitasnya dalam berbagai peran, pertunjukan, dan lagu yang sekarang untuk pemirsa dewasa dan kemudian beralih ke pemirsa muda secara khusus. Dari bulan September 2008, Nijholt mulai berkarier sebagai penasihat seni dengan pendidikan teater yang baru di bawah namanya Akademi Willem Nijholt untuk Teater Musikal dan Musik.

17. Prayogo Pangestu
(Lahir di Kebumen tahun 1944) adalah seorang pengusaha Indonesia. Taipan Per-kayu-an terbesar di Indonesia sebelum Krisis Ekonomi 1997. Bisnisnya berawal di akhir 70-an di Djajanti Timber Group dan membentuk Barito Pacific. Operasi pemotongan kayu nya sekarang jauh lebih kecil dari sebelumnya, tapi kekayaannya masih tertimbun di Tri Polyta Indonesia Tbk, produsen ‘polypropylene’ terbesar di Indonesia. Kongsi dengan Kartini Muljadi

18. M Sarbini
Letnan Jenderal TNI (Purn.) (lahir di Kebumen, 29 Mei 1914 – meninggal di Jakarta, 21 Agustus 1977 pada umur 63 tahun) adalah seorang jenderal purnawirawan yang dilahirkan di Kota Karanganyar, Kebumen, Jawa Tengah dan banyak mengabdi selama masa perjuangan baik di bidang militer maupun pemerintahan Republik Indonesia. Dalam masa perjuangan, terutama pada tanggal 20 Oktober 1945, dia, yang pada waktu itu berpangkat Letkol, memimpin pasukan Tentara Keamanan Rakyat Resimen Kedu Tengah dan menyerang, serta mengepung tentara Sekutu dan NICA di desa Jambu, Ambarawa yang kemudian dikenal sebagai peristiwa palagan Ambarawa. Selama masa pemerintahan Bung Karno, Mayor Jenderal M. Sarbini menjabat sebagai menteri pertahanan dalam kabinet Dwikora II pada tahun 1966 yang kemudian digantikan oleh Letnan Jendral Soeharto. Pada masa hidupnya, jenderal H. M. Sarbini banyak dikenal sebagai bapak Veteran Indonesia dan diabadikan namanya sebagai nama gedung veteran atau balai Sarbini yang berada di kawasan Semanggi, Jakarta Pusat. Untuk mengenang jasa-jasanya, di Kebumen, tempat kelahirannya juga didirikan sekolah SMK Jenderal M. Sarbini.

19. Mayor Jendral TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo
lahir di Kebumen, Jawa Tengah, 28 Agustus 1922 – meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 43 tahun) adalah seorang perwira tinggi TNI-AD yang diculik dan
Kehidupan awal
Sutoyo lahir di Kebumen, Jawa Tengah. Ia menyelesaikan sekolahnya sebelum invasi Jepang pada tahun 1942, dan selama masa pendudukan Jepang, ia belajar tentang penyelenggaraan pemerintahan di Jakarta.[1] Dia kemudian bekerja sebagai pegawai pemerintah di Purworejo, namun mengundurkan diri pada tahun 1944.[2]
Karier militer
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Sutoyo bergabung ke dalam bagian Polisi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), cikal bakal Tentara Nasional Indonesia. Hal ini kemudian menjadi Polisi Militer Indonesia. Pada Juni 1946, ia diangkat menjadi ajudan Kolonel Gatot Soebroto, komandan Polisi Militer. Ia terus mengalami kenaikan pangkat di dalam Polisi Militer, dan pada tahun 1954 ia menjadi kepala staf di Markas Besar Polisi Militer. Dia memegang posisi ini selama dua tahun sebelum diangkat menjadi asisten atase militer di kedutaan besar Indonesia di London. Setelah pelatihan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat di Bandung dari tahun 1959 hingga 1960, ia diangkat menjadi Inspektur Kehakiman Angkatan Darat, kemudian karena pengalaman hukumnya, pada tahun 1961 ia menjadi inspektur kehakiman/jaksa militer utama.
Kematian
Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, anggota Gerakan 30 September yang dipimpin oleh Sersan Mayor Surono masuk ke dalam rumah Sutoyo di Jalan Sumenep, Menteng, Jakarta Pusat. Mereka masuk melalui garasi di samping rumah. Mereka memaksa pembantu untuk menyerahkan kunci, masuk ke rumah itu dan mengatakan bahwa Sutoyo telah dipanggil oleh Presiden Soekarno. Mereka kemudian membawanya ke markas mereka di Lubang Buaya. Di sana, dia dibunuh dan tubuhnya dilemparkan ke dalam sumur yang tak terpakai. Seperti rekan-rekan lainnya yang dibunuh, mayatnya ditemukan pada 4 Oktober dan dia dimakamkan pada hari berikutnya. Dia secara anumerta dipromosikan menjadi Mayor Jenderal dan menjadi Pahlawan Revolusi.

20. Siti Rochayah
Hj. Siti Rochayah (lahir di Kebumen, 17 Agustus 1952; umur 63 tahun) adalah pengusaha Indonesia pemilik Rumah Sakit Sari Asih. Siti Rochayah merupakan seorang bidan yang mulai praktik sejak tahun 1977 di Karawaci Kota Tangerang. Rumah Sakit Sari Asih didirikan oleh Siti Rochayah sejak tahun 1981. Sekarang RS. Sari Asih, telah berkembang menjadi tujuh RS dan pada 2011, telah melayani 40.000 pasien rawat inap dan 420.000 kunjungan rawat jalan dan memperkerjakan 2.000 karyawan di seluruh cabang RS. Sari Asih. Siti Rochayah tercatat menjabat sebagai Ketua Ikatan Bidan Indonesia untuk Tangerang dan rutin terlibat dalam berbagai acara amal. Siti Rochayah juga menjadi politisi PAN. Siti Rochayah termasuk pelopor operasi katarak dan bibir sumbing gratis untuk orang miskin. Putra Siti Rochayah yaitu Arief Rachadiono Wismansyah adalah Walikota Tangerang periode 2013-2018.

21. Soegiarto
Letnan Jendral (Purn) Soegiarto (EYD : Sugiarto; lahir di Kebumen, Jawa Tengah, 2 Juni 1936; umur 80 tahun) adalah Menteri Transmigrasi pada Kabinet Pembangunan V yang menjabat pada periode 1988-1993. Ia menggantikan Martono, dan pada akhir masa jabatannya ia digantikan oleh Siswono Yudohusodo.
Kehidupan Awal
Soegiarto lahir di Karanganyar, Kebumen, Jawa Tengah pada 2 Juni 1936. Ia adalah putra dari Padmodirdjo yang pernah menjadi kepala Kantor Pos Karanganyar. Tempat lahirnya ini sama dengan Menteri Transmigrasi yang ia , Martono. Dari kelahirannya hingga berusia sepuluh tahun ia tinggal di Karanganyar. Lalu setelah itu keluarganya pindah ke Yogyakarta. Di kota inilah Soegiarto menjalani pendidikan SMP dan SMAnya. Setelah lulus SMA ia sempat berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Namun karena kekurangan biaya, ia lalu meraih kesempatan masuk ke AMN di Magelang yang saat itu bebas biaya pendidikan dan lulus pada tahun 1960.
Karier
Di dalam karier militernya, jabatan terakhirnya sebelum dilantik menjadi menteri adalah Kepala Staf Bidang Sosial Politik Markas Besar ABRI. Dalam keluarganya beberapa saudaranya juga berkarier di bidang militer, seperti kakak sulungnya yang seorang prajurit Angkatan Udara dan adik bungsunya yang menjadi Marinir. Selain itu ia juga pernah menjadi Wakil Ketua Perbasi.
Menjadi Menteri
Saat namanya diumumkan sebagai Menteri Transmigrasi pada 21 Maret 1988, ia sedang menonton pertandingan basket di Senayan. Dua hari sebelumnya ia dipanggil Presiden Soeharto. Saat pemanggilan tersebut ia merahasiakannya kepada keluarga sebagai bentuk kejutan, dia bilang ke istrinya bahwa ia hanya akan dipanggil Menpangab Try Sutrisno. Hingga saat pengumuman, keluarganya baru mengetahui jika Soegiarto menjadi menteri lewat siaran televisi. Pada wawancara saat namanya diumumkan menjadi menteri, Soegiarto mengatakan bahwa dirinya mengikuti jejak salah seorang gurunya saat SD, Lasiyah Soetanto yang menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan pada Kabinet Pembangunan IV.

22. Soenardjo Abu Ngusman
Prof. Drs. H. Soenardjo bin H. Abu Ngusman (lahir: Kebumen, Jawa Tengah, 17 Agustus 1916 – 1996) adalah salah satu tokoh Indonesia dan pernah menjabat sebagai menteri perdagangan Indonesia.
Karier
• Menteri Perdagangan Indonesia pada Kabinet Djuanda (Kabinet Karya), 1957 – 1958. Sebelum masanya habis, tugasnya digantikan oleh Rachmad Muljomiseno.
• Duta Besar RI di Brazil di era Orde Lama
• Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1963 – 1969.
23. Untung Syamsuri
Letnan Kolonel Untung bin Syamsuri (lahir di Desa Sruni, Kedungbajul, Kebumen, Jawa Tengah pada 3 Juli 1926, wafat di Cimahi, Jawa Barat 1966[1]) adalah Komandan Batalyon I Tjakrabirawa yang memimpin Gerakan 30 September pada tahun 1965. Untung adalah bekas anak buah Soeharto ketika ia menjadi Komandan Resimen 15 di Solo. Untung adalah Komandan Kompi Batalyon 444 dan pernah mendapat didikan politik dari tokoh PKI, Alimin.
Masa kecil
Letkol Untung Sutopo Bin Syamsuri di pindah dari Kebumen ke Desa Jayengan, Solo, pada tahun 1927. Nama kecilnya adalah Kusman. Ayahnya bernama Abdullah dan bekerja di sebuah toko peralatan batik di Pasar Kliwon, Solo. Sejak kecil Kusman telah diangkat anak oleh pamannya yang bernama Syamsuri. Kusman masuk sekolah dasar di Ketelan dan di sanalah dia mengenal permaina bola dan menjadi hobinya kemudian hari. Karena senang bermain bola Kusman pernah menjadi anggota KVC (Kaparen Voetball Club) di desanya. Setelah lulus sekolah dasar, Kusman melanjutkan ke sekolah dagang namun tidak sampai selesai karena Jepang mulai masuk ke Indonesia dan Kusman bergabung ke dalam Heiho.
Karier militer
Semasa perang kemerdekaan untung bergabung dengan Batalyon Sudigdo yang berada di Wonogiri, Solo. Selanjutnya Gubernur Militer Kolonel Gatot Soebroto memerintahkan agar Batalyon Sudigdo dipindahkan ke Cepogo, di lereng gunung Merbabu. Kemudian Kusman pergi ke Madiun dan bergabung dengan teman-temannya. Setelah peristiwa Madiun, Kusman berganti nama menjadi Untung Sutopo dan masuk TNI melalui Akademi Militer di Semarang. Letkol Untung Sutopo bin Syamsuri, tokoh kunci Gerakan 30 September 1965 adalah salah satu lulusan terbaik Akademi Militer. Pada masa pendidikan ia bersaing dengan Benny Moerdani, perwira muda yang sangat menonjol dalam lingkup RPKAD. Mereka berdua sama-sama bertugas dalam operasi perebutan Irian Barat dan Untung merupakan salah satu anak buah Soeharto yang dipercaya menjadi Panglima Mandala. Untung dan Benny tidak lebih satu bulan berada di Irian Barat karena Soeharto telah memerintah gencatan senjata pada tahun 1962. Sebelum ditarik ke Resimen Cakrabirawa, Untung pernah menjadi Komandan Batalyon 454/Banteng Raiders yang berbasis di Srondol, Semarang. Batalyon ini memiliki kualitas dan tingkat legenda yang setara dengan Yonif Linud 330/Kujang dan Yonif Linud 328/Kujang II. Kelak dalam peristiwa G30S ini, Banteng Raiders akan berhadapan dengan pasukan elite RPKAD di bawah komando Sarwo Edhie Wibowo. Setelah G30S meletus dan gagal dalam operasinya, Untung melarikan diri dan menghilang beberapa bulan lamanya sebelum kemudian ia tertangkap secara tidak sengaja oleh dua orang anggota Armed di Brebes, Jawa Tengah. Ketika tertangkap, ia tidak mengaku bernama Untung. Anggota Armed yang menangkapnya pun tidak menyangka bahwa tangkapannya adalah mantan Komando Operasional G30S. Setelah mengalami pemeriksaan di markas CPM Tegal, barulah diketahui bahwa yang bersangkutan bernama Untung. Setelah melalui sidang Mahmillub yang kilat, Untung pun dieksekusi di Cimahi, Jawa Barat pada tahun 1966, setahun setelah G30S meletus.
Hubungan dengan Soeharto
Presiden Soekarno menerima Batalyon 454 pada perayaan untuk veteran pembebasan Irian Barat di Istana Negara, 19 Januari 1963. Tampak Mayor Untung (kiri, Komandan Batalyon 454) dan Jenderal Soeharto. Bagi Soeharto, Untung bukanlah orang lain. Hubungan keduanya cukup erat apalagi Soeharto pernah menjadi atasan Untung di Kodam Diponegoro. Indikasi kedekatan tersebut terlihat pada resepsi pernikahan Untung yang dihadiri oleh Soeharto beserta Ny. Tien Soeharto. Pernikahan tersebut berlangsung di Kebumen beberapa bulan sebelum G30S meletus. Kedatangan komandan pada resepsi pernikahan anak buahnya adalah hal yang jamak, yang tidak jamak adalah tampak ada hal khusus yang mendorong Soeharto dan istrinya hadir pada pernikahan tersebut mengingat jarak Jakarta – Kebumen bukanlah jarak yang dekat belum lagi ditambah pada masa tahun 1965 sarana transportasi sangatlah sulit.

24. Martha Tilaar
Martha Tilaar (lahir di Gombong Kebumen, Jawa Tengah, 4 September 1937; umur 78 tahun) adalah seorang pengusaha Indonesia yang bergerak di bidang kosmetika dan jamu dengan nama dagang Sariayu. Ia menikah dengan H.A.R Tilaar dan memiliki empat anak, Bryan Emil Tilaar, Pinkan Tilaar,Wulan Tilaar,Kilala Tilaar. Bekerja sama dengan Kalbe Farma, ia membuat perusahaan kosmetika dan jamu Martina Berto. Selain itu ia juga memiliki usaha kerajinan di Sentolo, Yogyakarta bernama Prama Pratiwi Martha Gallery.Dia juga memiliki Kampung Jamu Organik di Cikarang,Bekasi
Sejarah Martina Berto
Pada tahun 1977, PT Matina Berto berdiri sebagai industri rumah dengan produk bermerek Sariayu. Pada tahun 1981, perusahaan mendirikan pabrik modern pertama di Pulo Ayan, Pulogadung Industrial Estate. Pada tahun 1986, pabrik kedua didirikan pada Pulo Kambing, Pulogadung Industrial Estate. Pada tahun 1993, perusahaan mengakuisisi pabrik kosmetik PT Cedefindo sebagai manufaktur kontrak untuk internal dan eksternal. Pada tahun 1995, PT Martina Berto III didirikan di Gunung Putri, Bogor. Pada tahun 1996 PT Martina Berto menjadi pabrik kosmetik pertama di Indonesia yang memperoleh 9001 certification.In ISO 2000, perusahaan ini menjadi satu-satunya pendiri Global Compact PBB dari Asia, juga mendapatkan sertifikat ISO 14001 dan sertifikat GMP: CPKB (Cara Produksi kosmetika Yang Baik) dan CPOTB (Cara Produksi Obat Tradisional Yang Baik). Pada tahun 2008, ia dianugerahi “Most Admired Enterprise di ASEAN” kategori ‘Inovasi’ dari Asean Bussiness Forum.
Prestasi
Kinerja dan perkembangan PT Martina Berto memiliki pertumbuhan begitu pesat, sejumlah penghargaan baik nasional maupun internasional juga telah di tangan. Baru-baru ini, DR. Martha Tilaar diberikan penghargaan oleh Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki Moon pada UN Global Compact Leaders Summit di New York karena menjalankan perusahaan yang memiliki program meliputi 10 prinsip Global Compact etika, seperti hak asasi manusia, tenaga kerja, konservasi pengendapan, dan anti- korupsi sejalan dengan delapan tujuan pembangunan millennium.

25. Ashadi Tjahjadi
Marsekal TNI (Purn.) Ashadi Tjahjadi (lahir di Gombong, Jawa Tengah, 5 Mei 1928 – meninggal di Jakarta, 18 Maret 2008 pada umur 79 tahun) adalah Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Indonesia (1977-1983).
Sejarah hidup
Ashadi pernah menjabat Komandan Lanud Hussein Sastranegara (1964), Dirjen Perhubungan Udara (1966), dan Pangkowilu V Jakarta (1970). Setelah itu ia menjabat sebagai KASAU periode 1977 – 1983. Setelah itu, seusai menjabat Dubes Indonesia untuk Jerman Barat periode 1983 – 1986. Ia juga pernah menjadi penasihat Menneg Ristek/Ketua BPPT (1986). Ia juga pernah menjadi penasihat pabrik mesin pesawat buatan Inggris, Rolls Royce, dan juga tercantum sebagai anggota South East Asia Rolls Royce Advisory Group. Saat menjadi KSAU, Ashadi berjasa mengadakan sejumlah pesawat, baik angkut maupun tempur, untuk memperkuat persenjataan TNI AU. Selain itu sampai akhir hayatnya, ia masih aktif dalam berbagai kegiatan dengan sesama purnawirawan TNI AU dan juga di gerakan Barisan Nasional (Barnas). Ia meninggal dunia dalam usia 80 tahun, Selasa 18 Maret 2008 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, setelah terkena serangan stroke dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

26. Benny Wijaya
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Benny Wijaya (lahir di Kebumen, Jawa Tengah, 28 Oktober 1973; umur 42 tahun) adalah pemain nasional tenis Indonesia era 1990-an. Ia menjadi anggota Tim Piala Davis Indonesia Tahun 1991, 1992, 1993, dan 1994. Peringkat ATP tertinggi yang pernah dicapai 240 untuk tunggal dan 413 untuk ganda. Benny Wijaya kemudian pindah ke Taiwan dan bertanding mewakili Taiwan dengan nama Bing-Chao Lin. Ia menjadi anggota Tim Piala Davis Taiwan Tahun 1998, 1999, dan 2000. Saat ini Lin Bing Chao atau Benny Lin menjadi pelatih kepala tenis yunior Hongkong. 27. Drg. Endang Witarsa alias Lim Sun Yu atau Liem Soen Joe (lahir di Kebumen, Jawa Tengah, 16 Oktober 1916 – meninggal di Jakarta, 2 April 2008 pada umur 91 tahun) adalah mantan pemain sepak bola dan pernah memperkuat tim nasional sepak bola Indonesia. Setelah pensiun sebagai pemain, Witarsa beralih menjadi pelatih sepak bola dan penasehat PSSI. Endang Witarsa lulus sebagai dokter gigi, namun memutuskan untuk berkarier di dunia sepak bola dengan memulai karier di klub UMS atau Union Makes Strength, Bandung yang saat itu masih bernama Tiong Hoa Hwee Koan Scholar Football Club. Atas predikatnya sebagi dokter gigi, oleh rekan-rekan dan anak didiknya, dia dipanggil sebagai “Dokter”. Sebagai pelatih, Endang Witarsa dikenal sebagai pelatih yang sangat disegani dan sangat keras dan disiplin, dan tak segan memaki dan menghardik pemain yang malas atau tidak menjalankan instruksinya dengan baik.

28.Martono
Martono (lahir di Karanganyar, Kebumen, Jawa Tengah, 17 Mei 1925 – meninggal di Jakarta, 13 Desember 1992 pada umur 67 tahun) adalah Menteri Transmigrasi pada Kabinet Pembangunan IV pada pemerintahan Presiden Soeharto.
Karier
Revolusi fisik
Kariernya dimulai pada zaman revolusi bersenjata, ketika ia bersama para pelajar mengangkat senjata melawan Belanda. Pada awal revolusi itu Martono yang kelahiran Kebumen, Jawa Tengah, ini menjadi komandan Tentara Pelajar Batalyon 300 di Yogya, kemudian komandan Detasemen III Brigade 17 Tentara Pelajar. Selain angkat senjata, ia juga mengajar di sekolah menengah.
Menjadi Pegawai Negeri
Kariernya kemudian ia rintis sebagai pegawai negeri, sampai ia menjabat atase pengajaran pada Kedutaan Besar RI di Tokyo (1960-1964).
Anggota DPR
Pulang ke Tanah Air, pada tahuntahun pertama Orde Baru, ia menjadi anggota DPR dari Fraksi Karya tahun 1968 sampai tahun 1978. Hal itu lantaran sudah lama Martono menjadi salah seorang tokoh Kosgoro (Koperasi Serba Guna Gotong Royong) salah satu organisasi cikal bakal terbentuknya Golkar yang didirikan oleh Tentara Pelajar pada tahun 1957.
Menteri muda transmigrasi dan menteri transmigrasi
Belakangan ia diangkat oleh Presiden menjadi Menteri Muda Transmigrasi, kemudian menjadi Menteri Transmigrasi hingga tahun 1983.
Kegiatan organisasi
Pernah menjadi ketua umum Kosgoro, ia juga menjadi ketua umum HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) sampai akhir hayatnya, bahkan juga dikenal sebagai pejuang kaum tani dan nelayan dari ancaman penguasaan tanah oleh orang kota. Ia juga dikenal sebagai peletak dasardasar manajemen penyelenggaraan transmigrasi. Ketika menjadi Menteri Transmigrasi, ia pernah populer karena memperkenalkan sebuah alat untuk menyuburkan tanah yang disebut bodem korektor.

29. S. Bimantoro
Perwira tinggi Kapolri (1968-1971) polisi dengan pangkat terakhir Jenderal Kapolri (1968-1971) polisi ini lahir di Gombong, Kebumen, Jawa Tengah dengan nama Suroyo Bimantoro. Anak kedua dari sembilan bersaudara ini menempuh pendidikan dasar di Banjarnegara, Banyumas tahun 1953-1959, kemudian dilanjutkan ke SLTP 1 Gombong (1959-1962) dan SLTA 6 di Wakil Presiden Republik Indonesia (1972-1978) Yogyakarta.
(dirangkum dari berbagai sumber)

Administrator

Untuk bergabung dengan Grup Aku Cinta Kebumen di Facebook, silahkan masuk ke link ini => https://www.facebook.com/groups/48782182235/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *